'Arif Dalam Berkendara

Suatu ketika saya menyenggol spion mobil ketika berkendara menggunakan sepeda motor di jl. Abu Bakar Ali, bunderan PLN taman Abu Bakar Ali. al-Hamdulillah cuman saya berikan senyum pertanda permintaan maaf, sopirnya mau mengerti. The Power of Smile.

Source FB: Keliling Jogja
Tidak hanya kali itu saja, seringkali saya yang salah dalam berlalulintas namun senyum yang saya berikan mampu meredam amarah maupun omelan. Begitu pula sebaliknya, ketika ada pengendara lain yang kurang bijak dalam berkendara yang melibatkan saya, maka senyum juga meluluhkan emosi. Pernah ada motor yang menabrak dari belakang, namun senyum sekaligus perkataan 'nyuwun ngapunten mas' membuat emosi yang nyaris terekspresikan berganti menjadi senyum manis. 'Sami-sami mas'. Padahal jelas-jelas dia yang salah.

Ini tentang prilaku 'arif di jalan, tentang sikap bijak nan santun ala orang Jogja dalam keseharian. Klakson hanya dipakai jika kita sangat memerlukan, itupun hanya sekali pencet tanpa ada suara klakson yang memekakkan telinga yang bisa memicu emosi tinggi. Beri kesempatan penyeberang zebra cross. Tidak perlu naik-naik ke trotoar walaupun macet sekalipun, ingat trotoar adalah hak pejalan kaki. Mempergunakannya berarti kita telah merampas hak mereka. Berhenti lampu merah dibelakang garis. Seharusnya kita malu kalau tidak bisa tertib, lalu apakah enak dipandang jika semua kendaraan menerobos garis bahkan sampai melebihi zebra cross? Ingat bahwa sikap terburu-buru adalah dari syaithan -al-'Ajalatu minasy-Syaithan-. Jika kita mau belok kanan maka ambillah lajur kanan, jangan menzholimi pengguna lajur lain. Silahkan mengebut, tapi tetap gunakan kearifan dalam berkendara. Dan mengendarai kendaraan dengan kecepatan tinggi bukan berarti terburu-buru, namun lebih tepatnya bersegera.

Tidak semua aturan dari 'ulil amri' harus dipatuhi, ada aturan yang membuat kita harus kritis mensikapi, diantaranya aturan light on disiang hari. Lho, bukannya matahari sedang bersinar ya? Kemudian aturan 3 in 1 di Jakarta. Kalau mau mencegah kemacetan ya sediakan transportasi masal yang murah tapi tepat waktu. Kemudian tarif tol, setahu saya kewajiban negara itu juga menyediakan transportasi nyaman kan? Seharusnya masuk tol digratiskan. Masa' negara mengambil untung dari kewajiban yang seharusnya diberikan sich?

Tentang ke'arifan dalam berkendara ternyata menurut beberapa kawan yang merantau di daerah lain di luar Jogja, tempat paling enak buat berkendara adalah di Jogja. Masyarakatnya tertib, fasilitas jalan memadai, kondisi jalan yang hijau membuat emosi tidak ceat meluap dsb. Sedangkan di daerah lain, terutama di kota seperti Jakarta, Bandung, Bogor dll kemacetan, jalan rusak, masyarakat yang tidak tertib menjadi masalah sosial yang bisa menjadi penyebab stress dijalanan, belum lagi kondisi tersebut menjadikan emosi berlebihan yang bisa terbawa kedalam kehidupan harian mereka.  Lalu dimana kearifan khas orang Indonesia yang santun nan beradab???

Silahkan bandingkan sendiri, dan bagi saya surga berkendara adalah Jogja.