diposting awwal di grup facebook Muhammadiyah, dan direpost di blog ini. Dan ternyata postingan ini menyita antusias anggota fb Muhammadiyah.Terbukti dengan like yang mencapai puluhan dan comment yang tidak terhingga.
Kader
Muhammadiyah sejati yang memahami makna tajdid dalam hal keagamaan
pasti akan faham bahwa metode hisab merupakan metode yang lebih dekat
kepada mashlahat, dimana persiapan ruhiyah jelang Romadhon tidak
terganggu dengan ketidakpastian waktu datangnya Romadhon. Dan disini
saya tidak akan mempermasalahkan penggunaan Ru'yat, hisab maupun ru'yat
global. Semua ada dalilnya. Tidak ada yang salah dengan ru'yat,
imkanur-ru'yah maupun ru'yat global. Namun mari kita lihat ini dari
kacamata kehidupan berkeluarga yang sakinah mawaddah wa rohmah.
Islam telah mensyari'atkan bahwa tujuan pernikahan adalah membentuk keluarga yang sakinah mawaddah wa rohmah. Namun bagaimana kehidupan rumah tangga ideal itu bisa terwujud jika tidak ada kesesuaian dengan faham fiqh tentang awwal romadhon? Mungkin ini hanya masalah kecil bagi setiap perseorangan, tapi saya yakin masalah ini sangat besar apabila terjadi perbedaan penggunaan metode penentuan awwal romadhon antara suami dengan isteri. Apalagi jika sang suami keukeuh menggunakan metode hisab sedangkan sang isteri lebih yakin dengan metode ru'yah.
Oleh karena itu, sebisa mungkin seorang kader Muhammadiyah -seperti saya- harus menikah dengan Muhammadiyah juga. Dan tentu saja pertimbangan akan kapasitas agamanya lebih diutamakan. Akan tetapi, saya tidak menginginkan clash atau pemaksaan pendapat dalam berrumah tangga. Apalagi mengingat tujuan berrumah tangga adalah menciptakan keluarga sakinah mawaddah wa rohmah. Maka dengan ini saya mantap berkata, "ISTERI IDEAL ADALAH KADER MUHAMMADIYAH".
Islam telah mensyari'atkan bahwa tujuan pernikahan adalah membentuk keluarga yang sakinah mawaddah wa rohmah. Namun bagaimana kehidupan rumah tangga ideal itu bisa terwujud jika tidak ada kesesuaian dengan faham fiqh tentang awwal romadhon? Mungkin ini hanya masalah kecil bagi setiap perseorangan, tapi saya yakin masalah ini sangat besar apabila terjadi perbedaan penggunaan metode penentuan awwal romadhon antara suami dengan isteri. Apalagi jika sang suami keukeuh menggunakan metode hisab sedangkan sang isteri lebih yakin dengan metode ru'yah.
Oleh karena itu, sebisa mungkin seorang kader Muhammadiyah -seperti saya- harus menikah dengan Muhammadiyah juga. Dan tentu saja pertimbangan akan kapasitas agamanya lebih diutamakan. Akan tetapi, saya tidak menginginkan clash atau pemaksaan pendapat dalam berrumah tangga. Apalagi mengingat tujuan berrumah tangga adalah menciptakan keluarga sakinah mawaddah wa rohmah. Maka dengan ini saya mantap berkata, "ISTERI IDEAL ADALAH KADER MUHAMMADIYAH".