Agenda :
Membasmi Kejahatan dan Kezholiman
Waktu :
h-48 Romadhon Jam sakmono
Tempat :
Neng kono kae lho
Peserta :
Super Hero mujahid Tangguh
Sponsor :
Thulaby Sebuah Partai X
Mission :
Jalan-jalan
Second Mission :
Melawan Kezholiman yang Dilakukan Super Hero Pembasmi Kejahatan KorupsiKetua Koordinator : mr. X
Hari itu, sebenarnya agak malas juga untuk ikut agenda
demikian. Walaupun rasionalisasinya jelas, bahkan dalilnya jelas. ‘Min a’zhomil
Jihad, kalimatu haqqin ‘inda sulthonan jair’. Tapi ada kesibukan yang jelas
sangat pentingnya. Malam sebelumnya, ajakan by phone membuat diri ini kembali
bimbang. Apalagi paginya (ba’da shubuh) dititipin untuk membeli amunisi.
Paginya saya harus menghadap seseorang yang saya segani.
Namun, saat itu saya sudah berazzam untuk ikut missi tour de Batavia. Akhirnya
setelah melalui lobi –yang ribetnya seperti melobi Presiden untuk tidak
menaikkan harga BBM- saya diizinkan walaupun dengan berat hati.
Ternyata saya terus-menerus ditelpon oleh peserta Tour de
Batavia yang setia menunggu saya. Sebegitu pentingkah saya sampai menunggu saya
sampai jam 8 lewat, padahal rencana berangkat jam 6.30. Untuk hal ini saya
minta maaf ke rekan-rekan saya.
Akhirnya tour berangkat juga. Masalah terjadi ketika peserta
tour melebihi ekspektasi. Terpaksa beberapa ‘ikhwan’ harus merelakan kursinya
kepada ‘akhowat’. Dan yang tergusur diantaranya adalah saya. Ini bukan
persoalan tentang ‘yang awal yang berhaq’, tetapi ini masalah itsar dan
persaudaraan. Yah, kalau sekedar perjalanan itu tidak seberapa, yang lebih
parah ketika dulu harus itsar merelakan kursi dalam perjalanan kereta api dari
Jogja ke Kota X dengan jarak 475 km. Resikonya berdiri sepanjang hari, tapi
inilah sikap ksatria itu. Bagaimana bisa disebut laki-laki ketika melihat
perempuan atau jompo yang tidak mendapat tempat duduk, sementara kita yang
masih muda melihat hal tersebut?
Lupakan masalah itu, KITA SAMPAI. Kebathilan harus lenyap,
kebenaran tetaplah tegak. Sekian jam kita berjuang. Akhirnya kewajiban itu
tertunaikan walaupun hasilnya kita tidak tahu pasti. Apalah artinya diri ini
dibandingkan jutaan orang yang akan menanggung penderitaan jika kezholima ini
kita biarkan, lalu dimanakah keadilan itu?
Aksi selesai, kita sholat, ada sebuah kejadian unik ketika
kita mencari masjid, kita wudhu’ di lantai 14 tetapi sholatnya di basement.
Unforgotable moment. Dalam hal sholat ini bagi saya, NO JAMA’. Selagi kita
tidak mengalami kesulitan sebagaimana Shahabat dulu yang bepergian ribuan
kilometer dengan unta tanpa adanya masjid di pinggir jalan, lalu? Kita yang
bepergian menggunakan mobil AC dengan makanan tersedia, jarak juga tidak
terlalu jauh, dan kita tidak kepayahan dalam perjalanan tersebut. Lantas kita
meminta keringanan (rukhshoh) dengan menjama’ sholat? keRINGANan harusnya
diberikan ketika kita mengalami keBERATan/kepayahan kan? Apalagi yang hanya
ingin mengambil semua rukhshoh… Tayamum, jama’ qoshor, sholat dengan duduk,
sholat tidak menghadap qiblat. Bagi ashhabul rukhshoh silahkan mengambil semua
rukhshoh tersebut.