Ramadhan Awal Kontribusi untuk Bangsa*

Oleh : Khusnul Kharisma

Pernah saya mendapatkan pertanyaan simple yang sungguh sangat sulit untuk dicari jawabannya. “Apa yang membuatmu bangga terhadap negeri Indonesia? Negeri yang katanya subur namun angka kemiskinan masih tinggi, peringkat korupsinya di atas, sumber daya energinya dikuasai oleh asing, pembangunan nasional masih lambat, tingkat pendidikan masyarakat masih rendah, dan masih seabreg permasalahan bangsa ini.
Lantas apa yang membuatmu bangga sebagai orang Indonesia? Apa karena kamu numpang lahir di Indonesia?”
Sangat sulit kujawab pertanyaan itu, tepat, hanya rasa bangga sebagai orang Indonesia, namun tidak tahu apa yang membuat diri ini bangga menjadi orang Indonesia. Faktanya memang demikian, Indonesia masih mempunyai PR besar dalam bidang ekonomi, sumber daya alam yang melimpah semuanya malah dieksploitasi pihak asing, sebagai contoh di Papua, berapa juta ton emas yang dibawa lari oleh Freeport ke Amerika? Harusnya dengan SDA Emas yang melimpah, kita tidak akan melihat lagi Papua yang terbelakang, perekonomian masyarakat tidak berkembang atau sarana prasarana kota yang terhambat karena kurangnya biaya pembangunan. Dalam hal ini kita berhak mempertanyakan keputusan pemerintah yang mengizinkan pihak asing mengeksploitasi hasil bumi negara. Apalagi rencananya pemerintah akan menambah kontrak perijinan selama 20 tahun dari kontrak awal yang akan habis dalam waktu dekat ini. Itu baru kita tinjau dari satu daerah, belum lagi eksploitasi besar-besaran tambang dan minyak yang ada di laut Indonesia, Kalimantan, Aceh, Nusa Tenggara dan berbagai daerah lain yang seharusnya bisa membuat masyarakat setempat sejahtera.
Kebebalan bangsa ini semakin menjadi ketika kita dihebohkan dengan naiknya harga kedelai yang ternyata diimpor dari Amerika Serikat sebanyak 0,8 juta ton/tahun. Padahal, sebagaimana yang kita ketahui, sejak dahulu Negeri ini dikenal sebagai bangsa tempe, namun nyatanya Indonesia masih kekurangan bahan baku untuk membuat makanan yang menjadi ciri khasnya. Lalu, untuk apa negara seluas ribuan hektar namun kesulitan menemukan tempat untuk menanam kedelai. Beras nasibnya sama saja, pada 2011, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, impor beras Indonesia dari sejumlah negara mencapai 2,75 juta ton dengan nilai 1,5 miliar dolar atau lima persen dari total kebutuhan dalam negeri.
Itu baru kedelai dan beras, belum lagi sumber pangan pokok lain yang ternyata juga harus diimpor dari negara lain diantaranya beras (2 juta ton/tahun), jagung (1 juta ton/tahun), gandum (4,5 juta ton/tahun), dan gula (1,6 juta ton/tahun). Berdasarkan data BPS pula dapat kita ketahui bahwa pada 2011, defisit pangan tahun yang sama 17,35 juta ton dengan nilai 9,24 miliar dolar karena ekspor hanya 250 ribu ton dengan nilai 150 juta dolar.
Itu hanya dilihat dari sudut sumber daya alam, belum lagi masalah pemberantasan kemiskinan yang masih jalan ditempat, masalah pendidikan yang belum juga menemukan solusinya, masalah pengangguran yang semakin kompleks, masalah sosial kemasyarakatan yang kini mulai diwarnai dengan semakin banyaknya tawuran, kriminalitas, perampokan dan lain sebagainya.
Namun seiring berputarnya waktuku bersama sahabat yang luar biasa, kini ku bisa menjawab pertanyaan tentang kebanggaan akan ke-Indonesiaanku ini, kebanggaan itu bukan hanya dari yang kita dapat, namun bisa jadi kebanggaan itu berasal dari apa yang kita berikan.
Kembali kita harus berfikir, negeri ini masih menyimpan potensi untuk menjadi negeri yang luar biasa, seperti kita ketahui, sumber daya manusia Indonesia masih sangat banyak, sumber daya alam masih melimpah, negara yang ummat muslimnya merupakan terbanyak di dunia, negara yang disebut-sebut paling demokratis, negara yang memiliki pancasila yang tidak ada di negara lain, negara yang menjadi lahirnya tokoh-tokoh yang sangat luar biasa seperti KH Ahmad Dahlan, Soekarno, Jenderal Soedirman, Pangeran Diponegoro, Teuku ‘Umar, Muhammad Natsir, Ustadz Rahmat ‘Abdullah dan banyak sosok yang sangat dahsyat yang lahir di negeri ini. Al-Hamdulillah, kita masih bisa bersyukur atas karunia Alloh terhadap bangsa ini. Bangsa yang memiliki potensi besar untuk menjadi pusat peradaban dunia. Bahkan, bangsa yang lahir memalui perjuangan yang luar biasa ini memenuhi persyaratan sebagai penguasa peradaban. Indonesia memiliki nilai lebih dibandingkan arab saudi dari segi kesuburan tanahnya, Indonesia memiliki posisi strategis dalam jalur perdagangan dunia yang sangat sulit dibandingkan dengan Jepang yang letaknya terkucil di bagian barat, Indonesia memiliki sumber daya alam yang sangat melimpah yang rasanya tidak akan bisa tertandingi oleh Jerman maupun negara eropa lain, Indonesia unggul dari Rusia karena memiliki sumber daya laut yang bisa dieksploitasi secara maksimal dengan hampir semua species ada di laut Indonesia, Indonesia memiliki kearifan lokal berupa masyarakat yang santun dan berbudaya yang sulit kita temukan di Amerika Serikat.
Sedangkan sumber masalah bangsa ini diantaranya, pertama, sebagaimana firman Alloh dalam surat al-Isro’ ayat 16 yang artinya: “Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan di dalam negeri itu, maka sudah sepantasnyalah berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” Dalam ayat ini dapat kita tarik kesimpulan bahwa salah satu sebab hancurnya (atau tidak makmurnya) suatu negeri disebabkan perbuatan-perbuatan para pemangku kebijakan. Pemimpin yang tidak amanah, penyalahgunaan wewenang serta tidak capable dalam bidangnya. Dan semoga negara kita tidak termasuk didalamnya walaupun ciri-ciri secara zhahir menunjukkan hal yang demikian.
Kedua, sebagaimana tersirat dalam surat an-Nahl 112: “Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk) nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.” Artinya, selain pemimpin, ketidakberdayaan suatu negeri juga bisa disebabkan oleh apa yang diperbuat oleh penduduknya. Bagaimanapun juga, pemimpin suatu negeri merupakan cerminan panduduknya, apalagi di negara demokrasi yang pemimpin dipilih secara langsung oleh rakyatnya. Rakyatlah yang memilih pemimpin mereka secara langsung sehingga apabila rakyatnya kurang baik maka akan menghasilkan pula pemimpin pun kurang baik.

Mencari solusi
Yang jadi masalah, apa yang masih harus dilakukan bangsa ini untuk mewujudkan cita-cita besar menjadi bangsa yang luhur dan disegani? Sebagaimana kita imani, bahwa kita adalah ummat Islam yang memiliki solusi mengenai segala permasalahan yang bisa kita ambil dari hukum tertinggi yaitu Al-Quran, dan al-Quran menawarkan berbagai solusi perbaikan (ishlah), diantaranya, pertama, berdasarkan firman Alloh “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi...” (QS An-Nur: 55). Maksudnya, perbaikan peradaban menuju kesejahteraan sosial erat kaitannya dengan perbaikan diri (ishlahun-nafs), Islam mengajarkan bahwa ada sunatulloh yang menyatakan bahwa ada hubungan antara keshalehan diri yang akan berpengaruh dengan kesholehan sosial. Sejarah Islam juga menceritakan bahwa kesejahteraan yang dicapai para kholifah diperoleh melalui pengaplikasian prinsip-prinsip Islam serta menjadikan Islam sebagai dasar untuk bertindak dan mengambil keputusan. Contohnya, para pekerja di baitul mal di era ‘Umar bin Khoththob dan ‘Umar bin ‘Abdul-‘Aziz yang kesulitan mencari mustahiq zakat. Fakta lain mentebutkan, selain bahwa kepemimpinan Islam dimasa dinasti kekhilafahan merupakan dinasti terbaik saat itu. Dimana pengetahuan sudah berkembang, kesejahteraan tersebar merata di seluruh penjuru daulah, ekspansi tentara Islam terus berlangsung dan mencapai hampir dua pertiga wilayah dunia. Dan ketika penguasa daulah Islam sudah mulai meninggalkan Islam dan mengganti dengan budaya barat, hilangnya keshalehan sosial, berkembangnya filsafat barat yang justru membuat semakin jauh dari Islam, secara perlahan peradaban Islam mengalami kemunduran, daulah Islam mulai terpecah, penjajahan barat membuat daulah utsmani banyak wilayah di kekuasaannya memisahkan diri dan dikuasai penjajah barat. Puncaknya pada Maret 1924, Daulah Khilafah resmi dibubarkan dan diganti dengan republik turki sekuler.
Kedua, Islam juga mensyaratkan setiap pribadi muslim menjadi agen da’wah. Yang senantiasa untuk mengadakan perbaikan dan mencegah dari segala kemungkaran, sebagaimana firman Alloh, Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung(QS Ali Imron: 104). Intinya, perbaikan bangsa untuk menjadi bengsa yang sejahtera juga wajib dilakukan oleh setiap pribadi muslim yaitu melalui kegiatan yang lazim kita sebut dengan da’wah. Dengan da’wah pula pencerdasan masyarakat dimulai. Da’wah idealnya tidak hanya kegiatan rutin mingguan di mimbar jum’at, tetapi da’wah juga menyeru untuk menegakkan aturan Islam, da’wah juga berarti kita menerapkan akhlaq mahmudah di dalam keseharian, da’wah juga berarti kita menjadi pemimpin untuk menegakkan hukum islam yang tidak mampu kita tegakkan selain menjadi pemimpin, da’wah juga berarti pembinaan intensif di masjid-masjid, atau di kampus-kampus untuk membentuk generasi robbani. Bahkan, menjadi pedagang muslim yang jujur merupakan da’wah, untuk menunjukkan karakteristik pribadi muslim.
Ada ungkapan yang menyatakan ‘nahnu du’at qobla kulli syaiin’, dita adalah da’i sebelum segala sesuatu. Artinya, mau kita berada dimanapun dan berprofesi apapun, kita juga merupakan da’i yang senantiasa menyeru untuk berbuat ma’rut dan mencegah dari kenungkaran semampu kemampuan kita. Misalnya, seorang guru juga harus mengajarkan nilai-nilai Ilahiyah didalam pengajarannya, seorang politikus harus mencegah penerapan undang-undang yang bertentangan dengan hukum Islam, seorang jaksa harus mengadili seseorang dengan adil. Di ranah apapun kita ditempatkan, peluang da’wah tetap ada, dan wajib bagi kita untuk aktif dalam da’wah tersebut. Apalagi moment ramadhan adalah momen yang tepat untuk mengaplikasikan amar ma’ruf nahi munkar, sebagaimana firman Alloh dalam surat al-Baqoroh 185: bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil)”.
Dalam kerangka pembangunan bangsa, da’wah juga harusnya mendapat posisi penting. Para muslim yang mushlih serta mukhlish seharusnya ikut berperan dalam aktif dalam perbaikan bangsa ini. Bangsa ini sudah banyak dikuasai orang yang tidak amanah serta tidak capable, para dai seharusnya ikut berinfiltrasi kesegala sektor kenegaraan dan membuat perubahan disana. Negara ini membutuhkan PNS-PNS berkepribadian da’i, negara ini membutuhkan pegawai pajak yang amanah, negara ini juga membutuhkan politikus yang takut kepada Alloh dan merasa senantiasa diawasi oleh-Nya. Jika peran muslim yang mushlih serta mukhlis didalam berbagai sektor kenegaraan mampu diaplikasikan, niscaya segala permasalahan bangsa ini mampu kita atasi –insya Alloh-.

Memulai langkah perubahan
Bulan Ramadhan sebagai bulan penuh berkah ternyata menyimpan rahasia yang sangat menarik. Berdasarkan fakta sejarah, ramadhan merupakan bulan kemenangan Islam.
Kita simak catatan gemilang Islam di bulan Ramadhan. Perang Badr al-Kubro terjadi tanggal 17 Romadhon 2 H antara kaum muslim yang jumlahnya lebih sedikit mampu mengalahkan kaum kafir Quraisy yang jumlahnya berlipat-lipat. Enam tahun kemudian, 10 Romadhon 8 H. terjadi peristiwa penaklukan kota Makkah (fathu Makkah). Pada Ramadhan tahun 92 Hijriyah, kemenangan Islam di perang Tabuk. Lalu terjadinya penaklukan Andalusia oleh Panglima Thoriq bin Ziyad atas Raja Frederick dalam perang Fashilah.
Pada Ramadhan 584 H, Panglima Sholahuddin al-Ayyubiy mendapat kemenangan besar dengan kembali menduduki daerah-daerah yang sebelumnya dikuasai tentara salib, termasuk benteng Shafad yang sangat kuat.
Bahkan, proklamasi kemerdekaan Indonesia yang terjadi pada 17 Agustus 1945 bertepatan dengan bulan Ramadhan. Penjajahan selama 3,5 abad oleh penjajah Belanda dan 3,5 tahun oleh Jepang diakhiri di bulan Ramadhan yang penuh berkah.
Ternyata bulan ramadhan menyimpan rahasia kemenangan yang sangat agung bagi ummat Islam, sudah seharusnya bulan ini menjadi titik balik bagi bangsa ini untuk memulai perbaikan bagi negeri. Berlapar-lapar pada siang hari ternyata tidak membuat ummat Islam menjadi lemah, justru dengan puasa akan membangkitkan kekuatan yang sangat luar biasa dalam diri manusia, yaitu kekuatan Ruhiyah. Dengan kekuatan itu pula Islam mampu tegak hingga saat ini di seluruh penjuru dunia. Dengan kekuatan ruhiyah pula ummat Islam mampu meraih kemerdekaan walaupun hanya bersenjatakan bambu runcing melawan senapan modern. Dengan spirit uhiyah pula golongan yang kecih mempu meluluhlantakkan golongan yang besar dalam perang Badr.
Saya agak menyayangkan kebijakan pemerintah terkait kebijakan memperpendek jam belajar bagi para pelajar. Seakan-akan bulan ramadhan merupakan bulan untuk mengendorkan aktivitas dan bulan untuk bermalas-malasan. Padahal, ramadhan adalah bulan untuk beraktifitas serta perbaikan diri, untuk berda’wah, belajar, bekerja, meningkatkan amal sholeh dengan output yang dihasilkan adalah muslim yang bertaqwa.Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,” (Al-Baqoroh 183).
Sungguh sangat sayang jika bulan ramadhan berlalu begitu saja tanpa ada perubahan yang terjadi. Kembali menjadi bangsa seperti yang dikatakan al-Quran: summun bukmun ‘umyun fahum la ya’qilun, tuli, bisu, buta karena tidak mampu berfikir. Ramadhan hanya dijadikan rutinitas puasa tahunan yang diakhiri dengan peste besar Idul Fithri. Lalu apa fungsi peristiwa puasa jika tidak membentuk muslim bertaqwa? Padahal parameter suksesnya seseorang berpuasa adalah taqwa yang terlihat setelah berakhirnya Ramadhan. Lalu adakah hikmah yang diambil dari peristiwa nuzulul quran? Al-Quran yang berfungsi sebagai petunjuk apakah akan diaplikasikan di kehidupan pasca ramadhan? Ataukah akan bangsa ini akan kembali berpaling dari al-Quran dan kembali berorientasi kepada keuntungan materi? Sungguh kalau demikian, fungsi ramadhan tidak akan terwujud. Dan perbaikan bangsa hanya akan menjadi harapan kosong para muslim negarawan tanpa realisasi dari segenap elemen bangsa ini.
Namun, harapan itu masih ada, selama masih ada elemen bangsa yang mencintai bangsa ini, selama masih ada jiwa-jiwa pangeran Diponegoro atau Jenderal Sudirman didalam diri masyarakat Indonesia. Ya, dengan tetap menjaga kualitas keimanan dan tetap menggiatkan da’wah.
Wallohu a’lam bish-showwab.

# Juara 2 Lomba Essay RDK JS-SKI UGM 1433 H “Ramadhan Awal Kontribusi untuk Bangsa”