Sudah
dua tahun lebih Agus Purwoko merantau ke Koln Jerman. Tawaran beasiswa
untuk melanjutkan S2 di Jerman begitu sayang untuk ditolak. Walaupun
harus rela untuk berpisah dengan orangtuanya, adik-adiknya yang
lucu-lucu, serta saudara seperjuangannya di masjid al-Izzah yang begitu
dicintainya.
Harapannya hanya satu, mampu menaklukkan keperkasaan barat dalam bidang teknologi serta menda’wahkan Islam yang sesungguhnya, membawa rahmat bagi seluruh alam.
Baginya, dimanapun berada, da’wah harus tetap berjalan. Gaya hidup orang Jerman yang cenderung hedonis serta mabuk-mabukan harus diubah. Jerman dikenal dengan budaya meminum bir, namun Agus yakin bahwa dirinya tidak akan larut dalam budaya tersebut, bahkan ia yakin mampu merubah kebiasaan tersebut.
Di jurusan Agrotechnology, Koln University of Technology, Agus merupakan satu-satunya mahasiswa dari Indonesia, sedangkan di jurusan tersebut hanya ada dua orang muslim, dirinya dan Salah Mutinovic, mahasiswa asal Bosnia.
Ketika waktu sholat tiba, mereka selalu meminta izin untuk menunaikan sholat. Mereka pun sholat hanya menggunakan ruangan sempit dekat aula. Mahasiswa asal Turki atau Iran juga sering kali memakai tempat itu untuk sholat. Pernah himpunan mahasiswa asal Turki melobi pikak kampus untuk membangun sebuah musholla namun tidak ada tanggapan.
Sedangkan untuk sholat Jumat, Agus dan Salah terpaksa bolos kuliah. Masjid Sultan Mehmet II yang didirikan komunitas Muslim Turki di tengah kota Koln terlalu jauh untuk dicapai. Untuk menuju kesana saja harus menggunakan kereta ekspress seharga 8 euro. Sebenarnya ada sebuah rumah warga Turki yang sering dipakai sholat Jumat, tetapi ruangan yang digunakan sangat kecil, kadang harus dibagi dua gelombang.
Agus dan Salah lebih suka sholat Jumat di Masjid Sultan Mehmet II daripada berdesak-desakan dan antri di tempat itu. Apalagi di Masjid Sultan Mehmet II tersebut mereka lebih sering bertemu dengan saudara mereka setanah air.
Suatu ketika, Agus mendengar berita bahwa komunitas Muslim Turki dan Iran yang bekerjasama dengan Robithoh Alam Islami, organisasi Islam Dunia berencana membangun sebuah Masjid, tidak jauh dari Universitas Teknologi Koln. Hanya tiga puluh menit jalan kaki. Dan rencananya masjid berkapasitas 15.000 orang yang dibangun akan dilengkapi dengan Islamic Center dan maktabah (perpustakaan). Di targetkan selesai tiga minggu sebelum Idul Adha.
Kegembiraan Agus, Salah dan umat Muslim Koln ternyata harus pupus setelah dewan kota tidak menyetujui pembangunan masjid tersebut dengan berbagai alasan. Selain itu aksi demonstrasi menolak pembangunan masjid juga langsung menyeruak. Daru dua hari pasca pengajuan pembangunan masjid ke dewan kota, ratusan orang melakukan aksi demonstrasi menolak dibangunnya masjid tersebut, mereka berdalih bahwa pembangunan masjid tersebut dapat mengganggu ketentraman umum.
Bahkan provokasi tersebut dilakukan para penolak pembangunan masjid sampai kampus. Mereka menempel pamflet-pamflet provokatif, bahkan membentuk sebuah komunitas yang menamakan dirinya komunitas anti-terorisme.
Agus sadar bahwa agenda islamophobia tersebut harus dihentikan. Agus mengajak Salah dan mahasiswa Muslim Universitas Teknologi Koln untuk terus berjuang agar pembangunan masjid segera terlaksana. Mereka secara sembunyi-sembunyi mengajak komunitas muslim di Koln untuk memperjuangkan hak-hak umat Islam yang tengah dilecehkan.
Akhirnya di kampus tersebut berdirilah jamaah Muslim yang terdiri dari semua mahasiswa dari berbagai negara. Tujuan pertamanya yaitu menghalau ekstrimitas gerakan islamophobia serta mensukseskan berdirinya masjid yang sudah lama dirindukan masyarakat Muslim kota Koln. Mereka langsung menghimpun dana dari berbagai donatur termasuk dari luar negeri.
Di hari kedua dibentuklah kelompok-kelompok kecil yang bertugas untuk membagikan selebaran mengenai Islam yang sesungguhnya. Membentuk stand kecil yang diperuntukkan bagi mahasiswa yang ingin mengetahui lebih jauh tentang Islam. Muslim dari Turki, Iran, Indonesia, Amerika, Bosnia dan Indonesia bahu membahu untuk membela agama mereka. Ukhuwwah sangat terasa sekali, perbedaan bahasa dan kebiasaan tidak mereka hiraukan.
Alhamdulillah stand yang kecil dan apa adanya itu ternyata menarik minat mahasiswa untuk lebih banyak tahu soal Islam, dengan sabar para relawan mahasiswa muslim mulai menjelaskan, para pengunjung yang rata-rata masih awan soal Islam antusias mendengarkan dengan seksama. Diantar mereka ada yang bertanya, “Why your religion teachs a war. I think wars can destroy this world. And you say that it is peace religion?” tanya salah seorang mahasiswa asal Berlin. Akhirnya setelah dipahamkan bahwa Islam tidak mengajarkan berperang kecuali ketika diperangi sambil menunjukkan al-Quran surat al-Hajj ayat 33, ia mau mengerti.
Salah seorang mahasiswa Muslim asal Amerika, Hans Muhammed, bercerita bahwa ia masuk Islam karena ajarannya yang sempurna, Islam mengajarkan bahwa penganutnya harus berlemah lembut, melarang merusak alam apalagi membunuh tanpa alasan, selain itu menurutnya Islam telah mengajarkan bagaimana gaya hidup sehat yang sudah secara lengkap diatur, mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi yang ternyata setelah ditelaah memiliki efek baik bagi kesehatan. Akhirnya penjelasan-penjelasan dari para mahasiswa muslim tersebut membuat kebanyakan mahasiswa non-muslim di kampus tersebut mulai terpahamkan bagaimana Islam yang sesungguhnya.
Hari ketiga, massa islamophobia yang merasa kaget karena banyaknya mahasiswa yang mampu diubah fikrohnya membuat mereka semakin menjadi-jadi. Mereka menghampi stand jamaah Muslim dan merusak segala perabotan yang ada disana. Banyak para ikhwah yang sedang bertugas pun dipukuli. Tak tanggung-tanggung, mereka juga mulai mengancam akan melakulan aksi lebih kejam apabila para mahasiswa Muslim itu tidak menghentikan kegiatannya mereka.
Malamnya setelah kejadian tersebut Agus mengumpulkan para ikhwah lain di apartemennya. Tampak tidak semua ikhwah hadir. Agus berfikir bagaimana caranya membangkitkan ghiroh mereka lagi. Ia yakin kejadian tadi merupakan pukulan berat bagi aktivis da’wah.
Setelah para mahasiswa muslim yang memang tak seberapa ini berkumpul, Fachri membacakan salah satu ayat yaitu surat at-Taubah: ‘Laqod jaa-akum rosulum min anfusikum ‘azizun alaihi ma ‘anittum harishun alaikum bil mu’minina ro’ufurrohim (Sungguh telah datang kepadamu seorang Rosul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mu’min)’.
Setelah itu ia menceritakan bagaimana kisah Rosulullah ketika berda’wah di Thoif, dihina, dilempari. Namun beliau dan para sahabat tetap teguh, mereka yakin janji Allah bahwa kemenangan Islam itu pasti. Hasilnya seluruh dunia mampu mengenal Islam hingga saat ini.
Agus juga bercerita tentang perjuangan mujahid Palestina menghadapi pasukan Israel. Kemudian is menyeru, “Ikhwati fillah, nahnu anshorullah. Idza laisna, man yuridu an yaquma hadza diin fii hadza bilad. Hal ta’rifuna syaikh Ahmad Yassin au Hassan al-Banna au Sayyid Quthb. Hum ya’thuna nufusuhum lil Islam. I’lamu ya ayyuhal ikhwah, al-akhirotu khoiru lakum minal ulaa”.
Akhirnya hadirin pun kembali bersemangat. Bahkan diantara mereka ada yang berkomitmen untuk tetap membela Islam apapun yang terjadi. Adapula yang menyerahkan harta benda yang mereka miliki untuk perjuangan ini. Mehdi Mourad, salah satu mahasiswa asal Mesir berencana mengumpulkan sumbangan dari para muslim dari negaranya, kebetulan ia adalah putra seorang gubernur di daerah Aswan Mesir.
Mereka pun sepakat untuk kembali beraksi pagi harinya. Mereka berencana melakukan aksi Long march dari Kampus Teknologi Koln menuju kantor dewan kota Koln menuntut diizinkannya pembangunan masjid. Mereka menyambut pagi hari dengan melaksanakan qiyamul lail berjamaah. Di akhir sholat dipanjatkanlah doa untuk kemenangan Muslim Koln yang mereka cita-citakan.
Akhirnya pagi itu datang juga, para mahasiswa Muslim Universitas Teknologi Koln mengumpulkan seluruh kaum Muslim dari berbagai penjuru kota dan masyarakat non-muslim yang sudah tercerahkan untuk turut serta melancarkan aksi dukungan pembangunan masjid. Banyak diantara kaum muslim yang hadir melakukan shoum agar doa mereka untuk kemenangan Islam dapat terwujud.
Tepat pukul 9 waktu Koln, aksi long march dilakukan. Sebanyak 4000-an orang turut serta dalam aksi tersebut. Selain spanduk dan poster, para peserta aksi membagi-bagikan selebaran dan bunga yang berisi tentang hakikat Islam yang sebenarnya.
Sebelum zhuhur mereka telah sampai di depan kantor dewan kota. Salah satu dari mereka akhirnya diajak berdiskusi dengan pemerintah setempat. Akhirnya diputuskan bahwa pembangunan masjid akan disetujui apabila mereka mampu mengumpulkan 20.000 tanda tangan masyarakat Koln yang mendukung pembangunan masjid. Akhirnya para peserta aksi mengakhiri aksinya dengan menandatangani surat persetujuan pembangunan masjid.
Hanya terkumpul sekitar 3.600 anda tangan. Para mahasiswa universitas Teknologi Koln akhirnya kembali ke kampus dan kembali melakukan aksi di sana. Mereka mengumpulkan tanda tangan dari mahasiswa yang ada. Setelah dihitung, terdapat sebanyak 7.000 partisipan yang bersedia menandatangani persetujuan tersebut.
Masih belum cukup akhirnya mereka menggalang tanda tangan di alun-alun kota Koln. Sambil membagi-bagikan selebaran mengenai Islam, mereka meminta warga untuk bersedia menandatangani persetujuan. Akhirnya aksi yang dilakukan dalam waktu empat hari tersebut mampu memperoleh sebanyak 22.370 buah tanda tangan.
Dan tepat pada hari ahad, mahasiswa Muslim Koln kembali beraudensi dengan dewan Kota seraya menyerahkan tanda tangan tersebut.
Seminggu setelahnya, diadakan syukuran dan peletakan batu pertama pembangunan masjid Koln. Seluruh kaum muslim dari penjuru Koln menghadiri acara tersebut. Mereka meluapkan kebahagiaan dengan makan-makan bersama, tausiyah dari Syaikh Abdurrahman as-Sudais yang datang langsung dari Masjidil Haram Makkah. Masjid itu akhirnya diberi nama Masjid al-Mujahadah yang berarti kesungguhan. Merupakan representasi kesungguhan umat Muslim Koln dalam menegakkan agama mereka.
Enam bulan kemudian, masjid al-Mujahadah menggelar sholat tarawih untuk pertama kalinya. Dan untuk iman pada sholat tarawih kali ini adalah Agus Purwoko. Para jamaah mendaulatnya sebagai imam karena ia yang membangkitkan kembali semangat mahasiswa Muslim Universitas Teknologi Koln untuk bangkit kembali pasca penyerangan dari orang-orang islamophobia.
Di bulan romadhon pertamanya, masjid al-Mujahadah menggelar acara solidaritas untuk Palestina. Panitia mengundang warga kota Koln untuk turut hadir dalam agenda itu. Tujuannya mereka mulai tercerahkan mengenai sebuah ketidakadilan yang telah terjadi di Palestina. Selain itu panitia juga mengadakan acara dialog bertema ‘Islam is Peace Faith’ yang ternyata disambut sangat antusias oleh warga.
Minggu ini Agus telah menyelesaikan S2 nya di bidang Agrotechnology. Setelah wisuda, hari sabtu besok ia berencana kembali pulang ke kampung halamannya di daerah Seyegan, Sleman, Yogyakarta yang selama dua tahun ini ia tinggalkan. Sebenarnya ia berat untuk meninggalkan kota ini, terutama setelah ia didaulat sebagai imam masjid Koln. Namun rasa baktinya pada orangtua membuatnya harus meninggalkan kota ini.
Sabtu pagi di Koln International Airport, Agus membeli tiket pesawat dengan tujuan Jakarta. Sambil menunggu keberangkatan ia membeli minuman dan surat kabar lokal berbahasa Inggris. Ia terkejut sekaligus bangga setelah membaca judul artikel di halaman depan, ‘Islam is fastest religion at growing in Koln’. Islam adalah agama yang paling cepat pertumbuhannya di kota Koln.
Harapannya hanya satu, mampu menaklukkan keperkasaan barat dalam bidang teknologi serta menda’wahkan Islam yang sesungguhnya, membawa rahmat bagi seluruh alam.
Baginya, dimanapun berada, da’wah harus tetap berjalan. Gaya hidup orang Jerman yang cenderung hedonis serta mabuk-mabukan harus diubah. Jerman dikenal dengan budaya meminum bir, namun Agus yakin bahwa dirinya tidak akan larut dalam budaya tersebut, bahkan ia yakin mampu merubah kebiasaan tersebut.
Di jurusan Agrotechnology, Koln University of Technology, Agus merupakan satu-satunya mahasiswa dari Indonesia, sedangkan di jurusan tersebut hanya ada dua orang muslim, dirinya dan Salah Mutinovic, mahasiswa asal Bosnia.
Ketika waktu sholat tiba, mereka selalu meminta izin untuk menunaikan sholat. Mereka pun sholat hanya menggunakan ruangan sempit dekat aula. Mahasiswa asal Turki atau Iran juga sering kali memakai tempat itu untuk sholat. Pernah himpunan mahasiswa asal Turki melobi pikak kampus untuk membangun sebuah musholla namun tidak ada tanggapan.
Sedangkan untuk sholat Jumat, Agus dan Salah terpaksa bolos kuliah. Masjid Sultan Mehmet II yang didirikan komunitas Muslim Turki di tengah kota Koln terlalu jauh untuk dicapai. Untuk menuju kesana saja harus menggunakan kereta ekspress seharga 8 euro. Sebenarnya ada sebuah rumah warga Turki yang sering dipakai sholat Jumat, tetapi ruangan yang digunakan sangat kecil, kadang harus dibagi dua gelombang.
Agus dan Salah lebih suka sholat Jumat di Masjid Sultan Mehmet II daripada berdesak-desakan dan antri di tempat itu. Apalagi di Masjid Sultan Mehmet II tersebut mereka lebih sering bertemu dengan saudara mereka setanah air.
Suatu ketika, Agus mendengar berita bahwa komunitas Muslim Turki dan Iran yang bekerjasama dengan Robithoh Alam Islami, organisasi Islam Dunia berencana membangun sebuah Masjid, tidak jauh dari Universitas Teknologi Koln. Hanya tiga puluh menit jalan kaki. Dan rencananya masjid berkapasitas 15.000 orang yang dibangun akan dilengkapi dengan Islamic Center dan maktabah (perpustakaan). Di targetkan selesai tiga minggu sebelum Idul Adha.
Kegembiraan Agus, Salah dan umat Muslim Koln ternyata harus pupus setelah dewan kota tidak menyetujui pembangunan masjid tersebut dengan berbagai alasan. Selain itu aksi demonstrasi menolak pembangunan masjid juga langsung menyeruak. Daru dua hari pasca pengajuan pembangunan masjid ke dewan kota, ratusan orang melakukan aksi demonstrasi menolak dibangunnya masjid tersebut, mereka berdalih bahwa pembangunan masjid tersebut dapat mengganggu ketentraman umum.
Bahkan provokasi tersebut dilakukan para penolak pembangunan masjid sampai kampus. Mereka menempel pamflet-pamflet provokatif, bahkan membentuk sebuah komunitas yang menamakan dirinya komunitas anti-terorisme.
Agus sadar bahwa agenda islamophobia tersebut harus dihentikan. Agus mengajak Salah dan mahasiswa Muslim Universitas Teknologi Koln untuk terus berjuang agar pembangunan masjid segera terlaksana. Mereka secara sembunyi-sembunyi mengajak komunitas muslim di Koln untuk memperjuangkan hak-hak umat Islam yang tengah dilecehkan.
Akhirnya di kampus tersebut berdirilah jamaah Muslim yang terdiri dari semua mahasiswa dari berbagai negara. Tujuan pertamanya yaitu menghalau ekstrimitas gerakan islamophobia serta mensukseskan berdirinya masjid yang sudah lama dirindukan masyarakat Muslim kota Koln. Mereka langsung menghimpun dana dari berbagai donatur termasuk dari luar negeri.
Di hari kedua dibentuklah kelompok-kelompok kecil yang bertugas untuk membagikan selebaran mengenai Islam yang sesungguhnya. Membentuk stand kecil yang diperuntukkan bagi mahasiswa yang ingin mengetahui lebih jauh tentang Islam. Muslim dari Turki, Iran, Indonesia, Amerika, Bosnia dan Indonesia bahu membahu untuk membela agama mereka. Ukhuwwah sangat terasa sekali, perbedaan bahasa dan kebiasaan tidak mereka hiraukan.
Alhamdulillah stand yang kecil dan apa adanya itu ternyata menarik minat mahasiswa untuk lebih banyak tahu soal Islam, dengan sabar para relawan mahasiswa muslim mulai menjelaskan, para pengunjung yang rata-rata masih awan soal Islam antusias mendengarkan dengan seksama. Diantar mereka ada yang bertanya, “Why your religion teachs a war. I think wars can destroy this world. And you say that it is peace religion?” tanya salah seorang mahasiswa asal Berlin. Akhirnya setelah dipahamkan bahwa Islam tidak mengajarkan berperang kecuali ketika diperangi sambil menunjukkan al-Quran surat al-Hajj ayat 33, ia mau mengerti.
Salah seorang mahasiswa Muslim asal Amerika, Hans Muhammed, bercerita bahwa ia masuk Islam karena ajarannya yang sempurna, Islam mengajarkan bahwa penganutnya harus berlemah lembut, melarang merusak alam apalagi membunuh tanpa alasan, selain itu menurutnya Islam telah mengajarkan bagaimana gaya hidup sehat yang sudah secara lengkap diatur, mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi yang ternyata setelah ditelaah memiliki efek baik bagi kesehatan. Akhirnya penjelasan-penjelasan dari para mahasiswa muslim tersebut membuat kebanyakan mahasiswa non-muslim di kampus tersebut mulai terpahamkan bagaimana Islam yang sesungguhnya.
Hari ketiga, massa islamophobia yang merasa kaget karena banyaknya mahasiswa yang mampu diubah fikrohnya membuat mereka semakin menjadi-jadi. Mereka menghampi stand jamaah Muslim dan merusak segala perabotan yang ada disana. Banyak para ikhwah yang sedang bertugas pun dipukuli. Tak tanggung-tanggung, mereka juga mulai mengancam akan melakulan aksi lebih kejam apabila para mahasiswa Muslim itu tidak menghentikan kegiatannya mereka.
Malamnya setelah kejadian tersebut Agus mengumpulkan para ikhwah lain di apartemennya. Tampak tidak semua ikhwah hadir. Agus berfikir bagaimana caranya membangkitkan ghiroh mereka lagi. Ia yakin kejadian tadi merupakan pukulan berat bagi aktivis da’wah.
Setelah para mahasiswa muslim yang memang tak seberapa ini berkumpul, Fachri membacakan salah satu ayat yaitu surat at-Taubah: ‘Laqod jaa-akum rosulum min anfusikum ‘azizun alaihi ma ‘anittum harishun alaikum bil mu’minina ro’ufurrohim (Sungguh telah datang kepadamu seorang Rosul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mu’min)’.
Setelah itu ia menceritakan bagaimana kisah Rosulullah ketika berda’wah di Thoif, dihina, dilempari. Namun beliau dan para sahabat tetap teguh, mereka yakin janji Allah bahwa kemenangan Islam itu pasti. Hasilnya seluruh dunia mampu mengenal Islam hingga saat ini.
Agus juga bercerita tentang perjuangan mujahid Palestina menghadapi pasukan Israel. Kemudian is menyeru, “Ikhwati fillah, nahnu anshorullah. Idza laisna, man yuridu an yaquma hadza diin fii hadza bilad. Hal ta’rifuna syaikh Ahmad Yassin au Hassan al-Banna au Sayyid Quthb. Hum ya’thuna nufusuhum lil Islam. I’lamu ya ayyuhal ikhwah, al-akhirotu khoiru lakum minal ulaa”.
Akhirnya hadirin pun kembali bersemangat. Bahkan diantara mereka ada yang berkomitmen untuk tetap membela Islam apapun yang terjadi. Adapula yang menyerahkan harta benda yang mereka miliki untuk perjuangan ini. Mehdi Mourad, salah satu mahasiswa asal Mesir berencana mengumpulkan sumbangan dari para muslim dari negaranya, kebetulan ia adalah putra seorang gubernur di daerah Aswan Mesir.
Mereka pun sepakat untuk kembali beraksi pagi harinya. Mereka berencana melakukan aksi Long march dari Kampus Teknologi Koln menuju kantor dewan kota Koln menuntut diizinkannya pembangunan masjid. Mereka menyambut pagi hari dengan melaksanakan qiyamul lail berjamaah. Di akhir sholat dipanjatkanlah doa untuk kemenangan Muslim Koln yang mereka cita-citakan.
Akhirnya pagi itu datang juga, para mahasiswa Muslim Universitas Teknologi Koln mengumpulkan seluruh kaum Muslim dari berbagai penjuru kota dan masyarakat non-muslim yang sudah tercerahkan untuk turut serta melancarkan aksi dukungan pembangunan masjid. Banyak diantara kaum muslim yang hadir melakukan shoum agar doa mereka untuk kemenangan Islam dapat terwujud.
Tepat pukul 9 waktu Koln, aksi long march dilakukan. Sebanyak 4000-an orang turut serta dalam aksi tersebut. Selain spanduk dan poster, para peserta aksi membagi-bagikan selebaran dan bunga yang berisi tentang hakikat Islam yang sebenarnya.
Sebelum zhuhur mereka telah sampai di depan kantor dewan kota. Salah satu dari mereka akhirnya diajak berdiskusi dengan pemerintah setempat. Akhirnya diputuskan bahwa pembangunan masjid akan disetujui apabila mereka mampu mengumpulkan 20.000 tanda tangan masyarakat Koln yang mendukung pembangunan masjid. Akhirnya para peserta aksi mengakhiri aksinya dengan menandatangani surat persetujuan pembangunan masjid.
Hanya terkumpul sekitar 3.600 anda tangan. Para mahasiswa universitas Teknologi Koln akhirnya kembali ke kampus dan kembali melakukan aksi di sana. Mereka mengumpulkan tanda tangan dari mahasiswa yang ada. Setelah dihitung, terdapat sebanyak 7.000 partisipan yang bersedia menandatangani persetujuan tersebut.
Masih belum cukup akhirnya mereka menggalang tanda tangan di alun-alun kota Koln. Sambil membagi-bagikan selebaran mengenai Islam, mereka meminta warga untuk bersedia menandatangani persetujuan. Akhirnya aksi yang dilakukan dalam waktu empat hari tersebut mampu memperoleh sebanyak 22.370 buah tanda tangan.
Dan tepat pada hari ahad, mahasiswa Muslim Koln kembali beraudensi dengan dewan Kota seraya menyerahkan tanda tangan tersebut.
***
Seminggu setelahnya, diadakan syukuran dan peletakan batu pertama pembangunan masjid Koln. Seluruh kaum muslim dari penjuru Koln menghadiri acara tersebut. Mereka meluapkan kebahagiaan dengan makan-makan bersama, tausiyah dari Syaikh Abdurrahman as-Sudais yang datang langsung dari Masjidil Haram Makkah. Masjid itu akhirnya diberi nama Masjid al-Mujahadah yang berarti kesungguhan. Merupakan representasi kesungguhan umat Muslim Koln dalam menegakkan agama mereka.
Enam bulan kemudian, masjid al-Mujahadah menggelar sholat tarawih untuk pertama kalinya. Dan untuk iman pada sholat tarawih kali ini adalah Agus Purwoko. Para jamaah mendaulatnya sebagai imam karena ia yang membangkitkan kembali semangat mahasiswa Muslim Universitas Teknologi Koln untuk bangkit kembali pasca penyerangan dari orang-orang islamophobia.
Di bulan romadhon pertamanya, masjid al-Mujahadah menggelar acara solidaritas untuk Palestina. Panitia mengundang warga kota Koln untuk turut hadir dalam agenda itu. Tujuannya mereka mulai tercerahkan mengenai sebuah ketidakadilan yang telah terjadi di Palestina. Selain itu panitia juga mengadakan acara dialog bertema ‘Islam is Peace Faith’ yang ternyata disambut sangat antusias oleh warga.
***
Minggu ini Agus telah menyelesaikan S2 nya di bidang Agrotechnology. Setelah wisuda, hari sabtu besok ia berencana kembali pulang ke kampung halamannya di daerah Seyegan, Sleman, Yogyakarta yang selama dua tahun ini ia tinggalkan. Sebenarnya ia berat untuk meninggalkan kota ini, terutama setelah ia didaulat sebagai imam masjid Koln. Namun rasa baktinya pada orangtua membuatnya harus meninggalkan kota ini.
Sabtu pagi di Koln International Airport, Agus membeli tiket pesawat dengan tujuan Jakarta. Sambil menunggu keberangkatan ia membeli minuman dan surat kabar lokal berbahasa Inggris. Ia terkejut sekaligus bangga setelah membaca judul artikel di halaman depan, ‘Islam is fastest religion at growing in Koln’. Islam adalah agama yang paling cepat pertumbuhannya di kota Koln.
“Sesungguhnya telah ada tanda bagi kamu pada dua golongan yang telah bertemu (bertempur). Segolongan berperang di jalan Allah dan (segolongan) yang lain kafir yang dengan mata kepala melihat (seakan-akan) orang-orang muslimin dua kali jumlah mereka. Allah menguatkan dengan bantuan-Nya siapa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai mata hati”. (ali ‘Imron: 13)
*) Oleh Khusnul Kharisma (JUARA EMPAT, DI LOMBA CERPEN ISLAMI LDM 2010)