It's Me, Being My Self

Jangan pernah tanya siapa aku. Jangan sekali-kali bertanya siapa aku. Bercita menghidupkan peradaban namun minim di perbuatan. Bercita mendapat surga namun sering kali terbuai nikmatnya dunia. Bercita menjadi pribadi sholih namun selalu terjebak pada perbuatan salah.


Ya inilah aku, seorang Muslim (semoga juga mukmin) yang masih harus bayak belajar. Inilah aku, kader Muhammadiyah yang pendirinya -KH Ahmad Dahlan, Maghfurulloh- selalu menjadi inspirasiku. Manhajnya selalu terasa indah diterapkan walaupun dalam beberapa hal bertentangan dengan jama'ah tarbiyah seperti penentuan 'Idul Fithri dan awal Romadhon, namun karena prinsip tajdidnya selalu membuat jama'ah ini slalu ada di hati. Tidak karena lahir di Jogja lantas aku Muhammadiyah, namun -sekali lagi- karena beliaulah inspirasiku, beliaulah mujaddid ummat ini. Seperti kata pewaris beliau di Muhammadiyah, 'Islam agamaku, Muhammadiyah Gerakanku'.

Ya inilah aku, seorang nDeso yang nyaris tidak pernah masuk restoran maupun hotel. Bahkan kecil di sebuah dusun yang tidak terfoto di Google map, yaitu di Pinggir kali Progo namun masih masuk daerah Sleman. Namun, aku bangga akan ke-nDeso-anku. aku bangga akan kearifan orang-orang nDeso. Aku salut akan prinsip keberjamaahan dan kebersamaan mereka. Tiada rumah terpagar, tiada rumah tertingkat, tiada rumah dengan pengamanan menggunakan anjing dan papan bertuliskan 'Awas Anjing Galak'. Halaman rumah yang luas selalu ditanami buah-buahan yang apabila panen tiba maka tetangga-tetangganya ikut menikmati. Hidup mereka sangat simple, 'urip mung mampir ngombe'. Hidup mereka untuk ibadah dan sosial, tidak terlalu mengejar harta. Sebagian dari mereka ditawari oleh sanak saudaranya untuk tinggal di Kota dengan keramaian ala masyarakat kota, namun mereka memilih terasing di desa dengan kegiatan mereka yang mengasyikkan. Sebelum shubuh sudah bangun dan memulai aktivitas harian. Pagi ke sawah, jelang zhuhur mandi dan sholat di Masjid berjama'ah. Setelah itu pulang makan siang dan kembali lagi ke sawah hingga 'Ashr menjelang. Sorenya dipakai untuk memberi makan ikan-ikan atau ternak-ternak mereka dan berkumpul bersama keluarga hingga malam menjemput. Lalu di hari ahad, mereka bekerja bakti membangun desa, atau kalau tidak ada kerja bakti, mereka pasti ikut di salah satu tetangganya yang sedang 'nyambat' atau berhajat. Tidak ada kesan materialisme. Simple life. Dan ku ingin seperti mereka.

Ya inilah aku, seorang militansi Slemania, sebuah komunitas kreatif dari Jogja sebelah utara. Slogan umumnya 'bocah edan tapi sopan'. Jangan kalian bandingkan Slemania ini dengan gangster jalanan, mereka tetap suporter namun senantiasa santun. Tertib di Jalan (Pasti memakai helm dan tidak menerobos lalu lintas), jika makan di warung maupun di angkringan, yakinlah jika mereka tetap membayar, sebagian mereka sholat juga di Masjid, entah itu sebelum  kick-off maupun di jeda setengah main. Ya mereka tetap sholat dengan kaos hijau terpakai ditubuh mereka. Kami Slemania, yang jika berpapasan dengan orang yang sepuh di jalan tetap berbicara dengan bahasa krama inggil yang halus nan enak didengar. Kami Slemania yang langsung pulang begitu laga berakhir. Namun kami tetap Slemania yang apabila kami disreang kami akan langsung membalas. Kami tetap slemania yang demi menyaksikan laga tim kebanggaan, kami akan bekerja keras demi bisa masuk stadion dan memberikan dukungan, kami juga Slemania yang rajin berangkat away hingga ujung negeri mendukung tim elang jawa berlaga. Kami tetap Slemania ketika terbentuk kubu besar supporter sepak bola, kubu kanan dan kiri. Kubu kanan diisi Jakmania, Aremania, LA Mania, Pasoepati, Paserbumi, Panser Biru dll. Sementara kubu kiri diisi Bonek, Viking, Kabomania, Brajamusti dll. Slemania tetap non blok walaupun kecenderungan tetap di kubu kanan. Kami adalah Slemania yang kecintaan kami terhadap PSS tidak akan surut meskipun PSS hanya main di divisi ke-2. Bahkan tiket pertandingan yang harganya sampai 25.000 (sangat mahal untuk divisi level 2) selalu laris. Karena kami Bocah Edan Tapi Sopan.

Inilah aku, seorang kader Partai Keadi*** S*******a yang kritis. Tidak ada KTA, tapi aku akan buktikan bahwa aku lebih kader dari pada anggota. Tak peduli mau presidennya -terfitnah- korupsi, aku tetap PK*. Bahkan memasang atribut PK* di tengah dinginnya malam tanpa upah. Oh maaf, bukan tanpa upah, namun aku menyandarkan upahnya pada Alloh. Karena aktif di PK* berarti memberikan kontribusi untuk negeri yang kita cintai, untuk pembangunan negeri ini, untuk rakyat yang sangat kita inginkan kesejahteraan bagi mereka. Fitnah, cibiran, cacian, black campaign. Karena bukan da'wah jika mudah tanpa rintangan.


Inilah aku yang sangat rindu padamu wahai teladanku, Rosululloh SAW, as-shodiqul mashduq, al-habibul mahbub. Ijinkan aku.... tuk menemanimu kelak. Tuk membersamaimu.


£Di tengah gelapnya malam, 3 hari pasca peringatan Serangan Oemoem 1 Maret yang terjadi 64 tahun lalu. Di tengah syahdunya malam dan diiringi backsound jangkerik.